Langsung ke konten utama

Jawaban Diamku

 Untuk apa kita menikah jika tak ada lagi cjnta? Bagaimana bisa aku memperbajki hatiku yang sudah diterpa berkali2 oleh kekecewaan? Atau bagaimana aku bisa mengembalikan airmataku yang pernah jatuh bertubi2 di ujung malam dan kau bahkan tak peduli.
Diamku kali ini, bukan karena diam tak punya jawaban. Hanya saja aku sudah lelah menjawab pertanyaanmu. Sebab jawabanya telah kau tahu sendiri. Bahkan kemarin kau mengatakan tidak usah dikatakan unek2 itu. Cukup tuliskan. Lalu, hari ini kau memintaku menjawab semua pertanyaan2mu.

Aku yang terlanjur kecewa tak lagi bisa menggerakkan bibirku untuk menjawab. Untuk apa? Sedang kau tahu baik jawabanya. Kemarin saat aku banyak bicara kau malah marah2. Sekarang bibirku telah dibungkam kekecewaan. Dan level tertinggi dari kekecewaan itu adalah di saat perempuan telah diam. Kau mungkin harus belajar, bahwa di saat perempuan masih banyak bicara berarti semua masih normal. Dia masih perhatian. Tapi menjadi bencana bagimu di saat dia mulai diam. Bahkan lebih nyaman menceritakan seluruh keluh kesahnya kepada orang lain. Kau tahu kenapa? Karena kau tak memberinya tempat yang nyaman untuk bercerita. Kau tak memberinya pundak yang hangat untuk menangis. Kau bahkan memarahinya di saat ia mencurahkan isi hatinya kepadamu.  Tapi, kau marah jika dia mencurahkan isi hatinya kepada yang lain.  Hari ini kau memarahinya di saat dia memberi sedikit perhatian untukmu. Dia hanya ingin memberimu roti karena dia tahu kau lapar.  Tapi kau malah memarahinya. Kemarin Kau juga selalu menyuruhnya untuk melepas tanganya di saat ia memelukmu. Kau tahu, dia hanya ingin bersandar di pundakmu kemarin? Tapi kau malah bertanya dia kenapa dan menyuruhnya untuk naik mobil pulang di saat malam sudah hampir bertandang. Lalu, bagaimana dia bisa menjawab pertanyaanmu hari ini. Apa gunanya? Sedang kau sendiri tak ingin dia berbicara. Kau tahu? Jarang2 dia menceritakan isi hatinya. Di saat dia menceritakan masalahnya maka beruntunglah kamu. Sebab kau menjadi orang yang ia percaya. Tapi di saat dia mulai menjaga jarak dan memberi sekat untuk tak kau ketahui masalahnya, maka mungkin dia telah kehilangan kepercayaan untukmu.

Kemarin ia membutuhkan telinga untuk di dengarkan. Tapi, kau menutup telinga dan membungkam bibirnya dengan amarah. Bukankah kau seharusnya menyodorkan perhatianmu? Ini salahmu. Kau yang telah mengingkari janji. Tidak hanya sekali. Berkali-kali. Lalu hari ini kau kembali menyatakan bahwa biarkan aku bekerja beberapa bulan lagi?
So, kemana janjimu? Dulu kau bilang tahun depan, lalu setelah skripsi, lalu setelah yudisium, lalu setelah wisuda, lalu setelah kerja. Dan hari ini kau mengatakan b9eberapa bulan setelah kerja? Situ waras?besok setelah apa lagi? Jadi u apa aku menjawab pertanyaanmu hari ini? Apakah saat kukatakan bahwa saya tidak mau saya ingin besok kau membuktikan janjimu, apa kau akan memenuhinya? Tidak kan. Biarlah kau hidup dengan duniamu. Aku pun belajar hidup tanpamu. Bahkan perhatian tidak lagi kau beri. Dia bukanya tidak mendukungmu u pekerjaanmu. Dia sangat senang. Tapi bagaimana dia harus menutupi kekecewaanya?

Hari jni kau bahkan bilang komunikasi itu penting. Hei..!! Kau ingat apa yang kau katakan kemarin. Kau memarahiku karena selalu ingin di hubungi. Kau bahkan tidak memberiku kabar dan menanyai kabarku. Kau mungkin terlalu sibuk menstalking pujaan hatimu atau chat dgn orng yang kau kagumi. Aku yg ingin mendengar kabarmu kau marahi kemarin.  Kau bahkan tidak mengkomunikasikan rencanamu waktu itu. Tentu saja semua itu menyulut amarah dariku. Kemarin kau berkata A dan sekarang kau berkata B. Sedang saya dan keluarga telah sepakat bahwa akan menunggumu dan biarlah setelah kau datang dan setelah kita menikah baru saya ikut kerja. Agar bisa menyesuaikan dgn daerah tempatmu kerja.

Maka dari kejadian itu. Dari kekecewaan itu. Aku akhirnya berisi keras untuk mendaftar dan mencari kerja? Untuk apa menunggu orang yang tidak serius dengan janji2nya. Untuk apa menunggu seseorang yang tidak ingin berkomunikasi dengan dirimu. Malas berkomunikasi denganmu. Malas membalas chatmu? Untuk apa? Perubahanya sudah 180 derajat dari pertama kau mengenalnya? Apa yang patut di banggakan dari dia sekarang? Kebaikanya? Tidak lagi? Disiplin?? Agama? Terlebih lagi.

1 November 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku( tidak) ingin tulus lagi.

Aku ingin mencintainya dengan tulus. Tapi, orang yang aku cintai tidak memberiku ruang untuk mencintainya dengan tulus. Ia bahkan merasa terbebani dengan hadirku. Dia malas berbicara denganku, lebih sering menchat dan menstalking orang lain. Membanggakan orang lain, lebih sering memuji orang lain di telingaku. Aku ingin mencintai dia dengan cara yang baik. Tapi dia malah ingkar. Ingkar dengan janji yang pernah ia buat. Alhasil yang ada hanya pertengkaran setiap hari. Aku ingin menceritakan keluh kesah dan masalahku padanya, tapi ia tidak lagi menyediakan telinga yang nyaman untukku, dia lebih memilih mendengarkan curhatan orang lain dibandingkan aku. Aku ingin mempertahankan perhatianku padanya. Tapi dia malah memarahiku. Bahkan dia tidak pernah menanyakan apa yang aku inginkan. Apa yang aku senangi. Aku selalu ingin menghangatkan hubungan. Misal dengan jalan berdua mengunjungi tempat2 indah atau tempat baru. Tapi dia tidak peka. Terlebih romantis. Aku selalu berusaha mempersiapk

Dulu

Aku harap ini yang terakhir aku menangis. Aku ingin memantapkan hatiku untuk tidak mencintainya lagi dengan tulus. Semua hanya tentang waktu. Jika memang perkataan lelaki di masasilam tidak bisa di percaya, kenapa saya harus percaya kata2nya hari ini? Toh hari ini juga akan menjadi masalalu. Katanya salahmu mempercayai kata2ku dulu. Itu dulu. Sekarang pemikiran kita sudah beda. Yah. Tepat sekali kata-katamu. Mari kita melupakan komitment. Sebab itu adalah dulu. Kata2 mu hari jni mari kita melupakanya. Karena esok semua akan menjadi"dulu".  Katanya anggap aku sebagai teman. Baik. I will accourding what do u want. Mari kita memulainya semua dengan status teman saja. Itu lebih baik mungkin. Dimana kita bisa bebas. Kau yang dulu menaburkan perhatian berlebihan, sekarang malah menyuruhku biasa saja. Okkay. Mari kita turuti maumu. Tapi, kau juga harus menghargai keputusanku untuk mengenyahkanmu dari hatiku. Semua hanya soal waktu. Jika ketulusanku kau balas dengan respons yang