Langsung ke konten utama

Nasihat Sepotong Hati

"kamu kenapa? kamu lelah?" tanya sebuh hati kepada tuannya.
tuannya tidak menjawab, ia hanya diam bersandar di tembok tiang rumahnya. Tubuhnya sedang lelah dan lemas. air hangat dari matanya mengalir begitu saja. Hati pun mulai mengerti. tuannya sedang benar-benar lemah. 
"oke, baiklah tuan. mungkin sekarang kamu tak dapat menjawab pertanyaanku. tapi mohon izinkan aku untuk berbagi kepadamu. Aku tahu, kamu sedang lelah karena semua pekerjaan rumah tanggamu. segalanya kau kerjakan sendiri. mencuci, mengepel, menyapu, membersihkan tempat tidur, memasak nasi, lauk, ikan lalu menyiapkannya, cucipiring, menjemur, menyetrika dan masih banyak lagi yang tidak bisa kau sebutkan satu per satu. aku tahu kau sangat lelah.belum lagi kalau kau pulang dari mengajar dan kau mendapati rumah yang berantakan. aku tahu kamu sedang bersedih, sudahlah kumohon jangan menangis begitu. kamu hanya sedang lelah. kamu berharap suamimu mengerti dan membantumu sedikit pekerjaan rumah. atau setidaknya dia bisa menjaga kebersihan atau menyimpan pakaian kotornya dengan baik di mesin cuci. aku berharap suamimu bisa membantumu menjaga kebersihan rumah. aku tahu kamu terkadang jengkel dengan suamimu karena lebih banyak memegang hp daripada menemanimu bercengkrama saat kau sedang lelah. aku tahu kemarin kamu sedang marah besar sebab saat kau sakit suamimu terus hanya memegang hp dan mengerjakan hal yang tak berguna, dia lebih memilih mengedit vidio yang tidak begitu penting daripada melihatmu yang sedang sakit dan butuh untuk diperhatikan saat itu. aku tahu saat ini kau ingin pulang ke rumah orangtuamu dan tinggal bersamannya saja. aku tahu itu. aku tahu kamu sedang jengkel dengan suamimu karena ia beranggapan bahwa pekerjaan rumah tangga hanyalah tugas istri, semua adalah kewajiban istri. aku tahu sekarang kamu sedang kecewa berat dengan suamimu sebab kau rela meninggalkan ibumu dan tinggal bersamanya dengan keluarganya. namun, ia tidak tahu bagaimana caranya membuatmu tetap nyaman agar bisa tetap tinggal dengan keluarganya. menurutmu ia egois karena yang dia pikirkan hanya kenyamanannya saja. tidak memikirkan kenyamananmu di rumahnya. aku tahu semua yang ada di lelahmu sekarang. 

baiklah tuan, bisakah aku memberimu sedikit nasihat. kamu tahukan bahwa pernikahan itu adalah sebuah ujian, hidupmu sekrang adalah ujian, dan sekarang Allah sedang mengujimu. jika kau merasa ujianmu sekrang sebesar kapal, maka ingatlah bahwa nikmat Allah sebesar lautan sayang. kuatkanlah hatimu.ingatlah sabar itu iman, teman terbaik yang akan menolongmu. sabarlah, dan esok jika kamu sudah baikan. sudah merasa sehat untuk berbicara, diskusikanlah semuanya dengan suamimu. semoga kamu mendapat solusi"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku( tidak) ingin tulus lagi.

Aku ingin mencintainya dengan tulus. Tapi, orang yang aku cintai tidak memberiku ruang untuk mencintainya dengan tulus. Ia bahkan merasa terbebani dengan hadirku. Dia malas berbicara denganku, lebih sering menchat dan menstalking orang lain. Membanggakan orang lain, lebih sering memuji orang lain di telingaku. Aku ingin mencintai dia dengan cara yang baik. Tapi dia malah ingkar. Ingkar dengan janji yang pernah ia buat. Alhasil yang ada hanya pertengkaran setiap hari. Aku ingin menceritakan keluh kesah dan masalahku padanya, tapi ia tidak lagi menyediakan telinga yang nyaman untukku, dia lebih memilih mendengarkan curhatan orang lain dibandingkan aku. Aku ingin mempertahankan perhatianku padanya. Tapi dia malah memarahiku. Bahkan dia tidak pernah menanyakan apa yang aku inginkan. Apa yang aku senangi. Aku selalu ingin menghangatkan hubungan. Misal dengan jalan berdua mengunjungi tempat2 indah atau tempat baru. Tapi dia tidak peka. Terlebih romantis. Aku selalu berusaha mempersiapk

Jawaban Diamku

 Untuk apa kita menikah jika tak ada lagi cjnta? Bagaimana bisa aku memperbajki hatiku yang sudah diterpa berkali2 oleh kekecewaan? Atau bagaimana aku bisa mengembalikan airmataku yang pernah jatuh bertubi2 di ujung malam dan kau bahkan tak peduli. Diamku kali ini, bukan karena diam tak punya jawaban. Hanya saja aku sudah lelah menjawab pertanyaanmu. Sebab jawabanya telah kau tahu sendiri. Bahkan kemarin kau mengatakan tidak usah dikatakan unek2 itu. Cukup tuliskan. Lalu, hari ini kau memintaku menjawab semua pertanyaan2mu. Aku yang terlanjur kecewa tak lagi bisa menggerakkan bibirku untuk menjawab. Untuk apa? Sedang kau tahu baik jawabanya. Kemarin saat aku banyak bicara kau malah marah2. Sekarang bibirku telah dibungkam kekecewaan. Dan level tertinggi dari kekecewaan itu adalah di saat perempuan telah diam. Kau mungkin harus belajar, bahwa di saat perempuan masih banyak bicara berarti semua masih normal. Dia masih perhatian. Tapi menjadi bencana bagimu di saat dia mulai diam. Bahk

Dulu

Aku harap ini yang terakhir aku menangis. Aku ingin memantapkan hatiku untuk tidak mencintainya lagi dengan tulus. Semua hanya tentang waktu. Jika memang perkataan lelaki di masasilam tidak bisa di percaya, kenapa saya harus percaya kata2nya hari ini? Toh hari ini juga akan menjadi masalalu. Katanya salahmu mempercayai kata2ku dulu. Itu dulu. Sekarang pemikiran kita sudah beda. Yah. Tepat sekali kata-katamu. Mari kita melupakan komitment. Sebab itu adalah dulu. Kata2 mu hari jni mari kita melupakanya. Karena esok semua akan menjadi"dulu".  Katanya anggap aku sebagai teman. Baik. I will accourding what do u want. Mari kita memulainya semua dengan status teman saja. Itu lebih baik mungkin. Dimana kita bisa bebas. Kau yang dulu menaburkan perhatian berlebihan, sekarang malah menyuruhku biasa saja. Okkay. Mari kita turuti maumu. Tapi, kau juga harus menghargai keputusanku untuk mengenyahkanmu dari hatiku. Semua hanya soal waktu. Jika ketulusanku kau balas dengan respons yang